Jumat, 18 Mei 2012

Neraca Perdagangan Internasional

NERACA PERDAGANGAN INDONESIA JEPANG Pemerintah memastikan penurunan ekspor ke Jepang sebesar 10,3% pada Mei tidak akan berpengaruh signifikan terhadap neraca perdagangan Indonesia, karena pengurangan ekspor juga diikuti penurunan impor dari Jepang. penu¬runan ekspor ke Jepang pada Mei terjadi menyusul pelambatan eko¬¬nomi akibat gempa bumi dan tsunami pada Maret lalu. impor dari Jepang banyak berupa komponen produk elektronik dan otomotif, sehingga bahan baku kedua produk tersebut dipastikan akan menurun. Hal ini akan berdampak pada pe¬ngurangan produksi elektronik dan otomotif di dalam ne¬geri. Surplus perdagangan Indonesia-Jepang pada 2011 mencapai US$ ,29 miliar, angka ini melewati surplus sebelum terjadinya krisis keuangan 2008 yang mencapai US$ 12,62 miliar. Jika dibandingkan ekspor 2010, pencapaian surplus perdagangan tahun lalu meningkat hingga 70,38%. Pada Desember 2011, Jepang menikmati kenaikan surplus neraca berjalan menjadi 303,5 miliar yen (US$3,95 miliar). Namun, negeri sakura ini masih mengalami suatu hal yang mengejutkan, yakni terjadi defisit perdagangan merchandise untuk pertama kalinya dalam hampir separuh abad. Surplus neraca berjalan selama Desember itu naik dari ¥138,5 miliar pada November, tapi jauh berkurang ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar ¥1,198 triliun, Angka surplus itu bahkan berada di bawah ekspektasi median sebesar ¥331,4 miliar, berdasarkan survei Dow Jones Newswires. Sementara itu, neraca perdagangan tetap mengalami defisit, dengan raihan sebesar ¥145,8 miliar, turun dari angka November sebesar ¥585,1 miliar. Ekspor selama Desember anjlok 7%, sedangkan impor meningkat 9,8%. Selama 2011, neraca perdagangan mengalami defisit sebesar ¥1,609 triliun. Ini merupakan defisit neraca perdagangan merchandise pertama sejak 1963. Penurunan kinerja ekspor Jepang berdampak pada pengurangan nilai perdagangan Indonesia-Jepang. Jepang diperkirakan membutuhkan waktu 1,5 tahun agar kinerja perdagangannya kembali normal. Total Perdagangan Indonesia-Jepang pada tahun 2010 mencapai US$ 42,7 miliar dengan nilai ekspor sebesar US$ 25,8 miliar dan impor sebesar US$ 17 miliar, atau naik 50,35% dibanding total perdagangan pada tahun 2009 sebesar US$ 28,4 miliar. Selama periode Januari-Agustus 2011, total perdagangan kedua negara berjumlah sebesar US$ 35,1 miliar atau naik 29,93% dibanding periode yang sama pada tahun 2010 yakni sebesar US$ 27 miliar. Tren total perdagangan kedua negara selama 5 (lima) tahun terakhir (2006- 2010) positif sebesar 8,78%. Neraca perdagangan Indonesia dengan Jepang sejak tahun 2006 hingga 2010 menunjukkan bahwa Indonesia mengalami surplus dalam perdagangan. Neraca perdagangan tahun 2010 surplus bagi Indonesia sebesar US$ 8,8 miliar, atau naik 1,15% dibandingkan dengan tahun 2009 yang tercatat surplus sebesar US$ 8,7 miliar. Sementara, untuk periode Januari-Agustus 2011, Indonesia mengalami surplus sebesar US$ 10,8 miliar, atau turun 109,39% dibandingkan periode yang sama tahun 2010 yaitu surplus sebesar US$ 5,1 miliar. Jadi dari artikel diatas dapat diambil kesimpulan bahwa neraca perdangan internasional antara Indonesia-Jepang pada tahun 2011 terjadi penurunan ekspor yang dilakukan Indonesia ke jepang, karena terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi di jepang pada bulan meret. Terjadinya bencana di jepang berpengaruh terhadap menurunnya impor produk elektronik dan otomotif. Pada Desember 2011, Jepang menikmati kenaikan surplus neraca berjalan menjadi 303,5 miliar yen (US$3,95 miliar). Surplus neraca berjalan selama Desember itu naik dari ¥138,5 miliar pada November, tapi jauh berkurang ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar ¥1,198 triliun. Total Perdagangan Indonesia-Jepang pada tahun 2010 mencapai US$ 42,7 miliar dengan nilai ekspor sebesar US$ 25,8 miliar dan impor sebesar US$ 17 miliar, atau naik 50,35% dibanding total perdagangan pada tahun 2009 sebesar US$ 28,4 miliar. untuk periode Januari-Agustus 2011, Indonesia mengalami surplus sebesar US$ 10,8 miliar, atau turun 109,39% dibandingkan periode yang sama tahun 2010 yaitu surplus sebesar US$ 5,1 miliar. Nama : Muhammad Fajar Siddik Kls : 4EB15 NPM : 2020845

Kamis, 29 Maret 2012

TUGAS 2 SOFTSKILL : KASUS LETTER OF CREDIT

Letter of credit, atau sering disingkat menjadi L/C, LC, atau LOC, adalah sebuah cara pembayaran internasional yang memungkinkan eksportir menerima pembayaran tanpa menunggu berita dari luar negeri setelah barang dan berkas dokumen dikirimkan keluar negeri (kepada pemesan). Pelaku L/C  Applicant atau pemohon kredit adalah importir (pembeli) yang mengajukan aplikasi L/C.  Beneficiary adalah eksportir (penjual) yang menerima L/C.  Issuing bank atau opening adalah bank pembuka L/C.  Advising bank adalah bank yang meneruskan L/C, yaitu bank koresponden (agen) yang meneruskan L/C kepada beneficiary. Bank tidak bertanggung jawab atas isi L/C dan hanya bertindak sebagai perantara.  Confirming bank adalah bank yang melakukan konfirmasi atas permintaan issuing bank dan menjamin sepenuhnya pembayaran.  Paying bank adalah bank yang secara khusus ditunjuk dalam L/C untuk melakukan pembayaran dan beneficiary berkewajib  Carrier adalah pengangkut barang yang dikirim (Perusahaan Pelayaran/Penerbangan) untuk dibeberapa negara dengan perbatasan darat bisa juga perusahaan angkutan darat seperti truk, kereta Dll). Tata cara pembayaran dengan L/C 1. Importir meminta kepada banknya (bank devisa) untuk membuka suatu L/C untuk dan atas nama eksportir. Dalam hal ini, importir bertindak sebagaiopener. Bila importir sudah memenuhi ketentuan yang berlaku untuk impor seperti keharusan adanya surat izin impor, maka bank melakukan kontrak valuta (KV) dengan importir dan melaksanakan pembukaan L/C atas nama importir. Bank dalam hal ini bertindak sebagai opening/issuing bank. Pembukaan L/C ini dilakukan melalui salah satu koresponden bank di luar negeri. Koresponden bank yang bertindak sebagai perantara kedua ini disebut sebagai advising bank atau notifiying bank. Advising bank memberitahukan kepada eksportir mengenai pembukaan L/C tersebut. Eksportir yang menerima L/C disebut beneficiary. 2. Eksportir menyerahkan barang ke Carrier, sebagai gantinya Eksportir akan mendapatkan bill of lading. 3. Eksportir menyerahkan bill of lading kepada bank untuk mendapatkan pembayaran. Paying bank kemudian menyerahkan sejumlah uang setelah mereka mendapatkan bill of lading tersebut dari eksportir. Bill of lading tersebut kemudian diberikan kepada Importir. 4. Importir menyerahkan bill of lading kepada Carrier untuk ditukarkan dengan barang yang dikirimkan oleh eksportir. Jenis-jenis L/C  Revocable L/C Adalah L/C yang sewaktu-waktu dapat dibatalkan atau diubah secara sepihak oleh opener atau oleh issuing bank tanpa memerlukan persetujuan daribeneficiary.  Irrevocable L/C Irrevocable L/C adalah L/C yang tidak bisa dibatalkan selama jangka berlaku (validity) yang ditentukan dalam L/C tersebut dan opening bank tetap menjamin untuk menerima wesel-wesel yang ditarik atas L/C tersebut. Pembatalan mungkin juga dilakukan, tetapi harus atas persetujuan semua pihak yang bersangkutan dengan L/C tersebut.  Irrevocable dan Confirmed L/C L/C ini diangggap paling sempurna dan paling aman dari sudut penerima L/C (beneficiary) karena pembayaran atau pelunasan wesel yang ditarik atas L/C ini dijamin sepenuhnya oleh opening bank maupun oleh advising bank, bila segala syarat-syarat dipenuhi, serta tidak mudah dibatalkan karena sifatnya yangirrevocable.  Clean Letter of Credit Dalam L/C ini tidak dicantumkan syarat-syarat lain untuk penarikan suatu wesel. Artinya, tidak diperlukan dokumen-dokumen lainnya, bahkan pengambilanuang dari kredit yang tersedia dapat dilakukan dengan penyerahan kuitansi biasa.  Documentary Letter of Credit Penarikan uang atau kredit yang tersedia harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen lain sebagaimana disebut dalam syarat-syarat dari L/C.  Documentary L/C dengan Red Clause Jenis L/C ini, penerima L/C (beneficiary) diberi hak untuk menarik sebagian dari jumlah L/C yang tersedia dengan penyerahan kuitansi biasa atau dengan penarikan wesel tanpa memerlukan dokumen lainnya, sedangkan sisanya dilaksanakan seperti dalam hal documentary L/C. L/C ini merupakan kombinasiopen L/C dengan documentary L/C.  Revolving L/C L/C ini memungkinkan kredit yang tersedia dipakai ulang tanpa mengadakan perubahan syarat khusus pada L/C tersebut. Misalnya, untuk jangka waktu enam bulan, kredit tersedia setiap bulannya US$ 1.200, berarti secara otomatis setiap bulan (selama enam bulan) kredit tersedia sebesar US$ 1.200, tidak peduli apakah jumlah itu dipakai atau tidak.  Back to Back L/C Dalam L/C ini, penerima (beneficiary) biasanya bukan pemilik barang, tetapi hanya perantara. Oleh karena itu, penerima L/C ini terpaksa meminta bantuan banknya untuk membuka L/C untuk pemilik barang-barang yang sebenarnya dengan menjaminkan L/C yang diterimanya dari luar negeri.  Transferable L/C Beneficiary berhak memnita kepada bank yang diamanatkan untuk melakukan pembayaran/akseptasi kepada setiap bank yang berhak melakukan negosiasi, untuk menyerahkan hak atas kredit sepenuhnya/sebagian kepada pihak ketiga. CONTOH KASUS LETTER OF CREDIT PT Citra Senantiasa Abadi PT Citra Senantiasa Abadi atau PT CSA, bergerak dalam bidang usaha industri polypropylene. Teguh Boentoro dan Anhar Satyawan tercatat sebagai pemilik saham, masing-masing 99% dan 1%. Sedangkan pengurus PT CSA, Anhar Satyawan sebagai Direktur dan Teguh Boentoro, Komisaris. Teguh Boentoro, juga berprofesi sebagai Konsultan Pajak pada PB & Co. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bank Indonesia diketahui PT CSA memperoleh perlakuan istimewa dalam memperoleh fasilitas L/C dari Bank Century. Seperti modus PT SPI, L/C untuk PT CSA ini dikeluarkan berdasarkan instruksi Robert Tantular (Pemegang Saham Bank Century), dan Hermanus Hasan Muslim (Dirut Bank Century). Semuanya didasarkan pada keterangan dari Pimpinan Kantor Pusat Operasional (KPO) Senayan yaitu Linda Wangsadinata. Fasilitas Letter of Credit (L/C) No. 0525LC08B yang diberikan kepada PT CSA sebesar US$20 juta. Jaminannya, atau margin deposit berupa deposito senilai US$2 juta (atau 10% dari plafon L/C). Fasilitas L/C tersebut digunakan untuk transaksi impor naphta dari Bunge,S.A, Singapore (Beneficiary) sesuai kontrak (Sales Contract) No. BSA SG S08-5908-1190. Bank penjaminnya (Negotiating Bank) Dresdner Bank Switzerland , Singapore , dan bank koresponden, Dresdner Bank Switzerland , Jakarta . SOLUSI: transaksi L/C tidak seharusnya ada yang mendapatkan perlakuan istimewa dalam memperoleh fasilitas L/C dari Bank century. Dan tidak semestinya ada campur tangan dari pemegang saham bank century tersebut. Seharusnya ada prosedur komprehensif Khususnya, menyangkut kemampuan atau kondisi keuangan perusahaan yang dijalankan oleh bank yang bersangkutan sesuai dengan Kebijakan Perkreditan Bank dan Pedoman Pelaksanaan Kredit Bank. Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), juga mencatat adanya pelanggaran PT CSA terhadap Kebijakan Perkreditan Bank dan Pedoman Pelaksanaan Kredit yang dikeluarkan Bank Century No.20/SK-DIR/Century/IV/2005 tanggal 21 April 2005. Pelanggaran itu, terkait dengan tidak dibuatnya LRKU dan tidak ada perjanjian kredit beserta pengikatan lainnya yang diperlukan.